Sebagaimana telah dideskripsikan Departemen Pendidikan Nasional (2004) dalam "Kurikulum Sosiologi tahun 2004", bahwa pembelajaran Sosiologi berperan sebagai wahana pengembangan kemampuan siswa dalam mengaplikasikan pemahamannya terhadap fenomena kehidupan sehari-hari. Sebagai wahana pengembangan kemampuan siswa, materi pelajaran mencakup konsep-konsep dasar, pendekatan, metode, dan teknik analisis dalam pengkajian berbagai fenomena dan permasalahan yang ditemui dalam kehidupan nyata hidup bermasyarakat. Materi tersebut sekaligus menjadi pengantar bagi siswa-siswa yang berminat mendalami Sosiologi lebih lanjut. Malik Fajar (1988 : 67) menyebutkan, bahwa kegiatan pendidikan adalah kegiatan pembelajaran. Betapa pun baiknya konstruksi filsafat pendidikan, tetapi jika tidak ditindaklanjuti dengan kegiatan pembelajaran yang baik, pendidikan dapat dikatakan telah mengalami kegagalan semenjak proses yang paling awal. Jadi, kegiatan pembelajaran dari setiap mata pelajaran, termasuk Sosiologi, sangat penting peranannya. Aspek-aspek pembelajaran Sosiologi mencakup aspek-aspek kognisi, afeksi, dan keterampilan. Menurut Bloom (dalam Mulyono, 1985 : 15), aspek keterampilan yang harus diajarkan melalui pembelajaran Sosiologi adalah "keterampilan berfikir, keterampilan akademis, keterampilan sosial, dan keterampilan meneliti". Berkaitan dengan keterampilan sosial, maka tujuan pengembangan keterampilan sosial dalam mata pelajaran Sosiologi adalah agar siswa mampu berinteraksi dengan teman-temannya sehingga mampu menyelesaikan tugas bersama, dan hasil yang dicapai akan dirasakan kebaikannya oleh semua anggota masing-masing. Hal ini selaras dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang sangat dipengaruhi oleh masyarakatnya, baik kepribadian individualnya, termasuk daya rasionalnya, reaksi emosionalnya, aktivitas dan kreativitasnya, dan lain sebagainya dipengaruhi oleh kelompok tempat hidupnya (Sumaatmadja, 1986 : 29). Dengan demikian, pengembangan nilai-nilai dan keterampilan sosial harus menjadi salah satu tujuan pendidikan di tingkat menengah umum, khususnya SMA (Sekolah Menengah Atas). Inti permasalahan yang telah diuraikan di atas adalah model pembelajaran yang kurang efektif merupakan salah satu penyebab rendahnya keterampilan sosial pada siswa. Untuk itu perlu dicari suatu inovasi model pembelajaran yang paling efektif, sehingga mampu mengembangkan keterampilan sosial siswa. Sebagai salah satu mata pelajaran dii tingkat pendidikan menengah umum (baca : SMA), Sosiologi berfungsi untuk meningkatkan kemampuan berpikir, berperilaku, dan berinteraksi dalam keragaman realitas sosial dan budaya berdasarkan etika. Guna mengejawantahkan fungsi mata pelajaran ini, maka keterampilan sosial siswa harus dikembangkan secara optimal, sehingga pada gilirannya siswa memperoleh kecakapan hidup (life skills) yang bermanfaat bagi kehidupannya kini dan masa depannya kelak. Berbagai ahli seperti Raven (1977 : 156), Bell (1966 : 112), McConnell (1952 :4), dan Conant (1950 : 74) telah menyebutkan, bahwa salah satu tujuan pendidikan menengah umum adalah untuk mengembangkan nilai-nilai dan keterampilan sosial. Nilai-nilai sosial sangat penting bagi anak didik, karena berfungsi sebagai acuan bertingkah laku terhadap sesamanya, sehingga dapat diterima di masyarakat. Nilai-nilai itu antara lain, seperti kasih sayang, tanggung jawab, dan keserasian hidup. Adapun keterampilan sosial mempunyai fungsi sebagai sarana untuk memperoleh hubungan yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain; contoh : melakukan penyelamatan lingkungan, membantu orang lain, kerja sama, mengambil keputusan, berkomunikasi, wirausaha, dan partisipasi. Pengembangan nilai-nilai dan keterampilan sosial tersebut merupakan hal yang harus dicapai oleh pendidikan menengah umum. Hal itu karena anak didik merupakan makhluk sosial yang akan hidup di masyarakat. Jadi, pengembangan nilai-nilai dan keterampilan sosial amat penting dalam pendidikan menengah umum. Namun, secara praksis, hal tersebut cenderung diabaikan, sebagaimana beberapa penelitian membuktikannya, bahwa : 1. Terdapat kecenderungan mengabaikan pembinaan nilai-nilai sosial dalam pendidikan, sehingga mengakibatkan eraosi nilai-nilai dan keterampilan sosial; 2. Mata pelajaran Sosiologi berkontribusi terhadap tanggung jawab sosial siswa (rasa memiliki, disiplin, tolong menolong, dan toleransi); 3. Model pembelajaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepribadian sosial anak didik. Kepribadian sosial tidak cukup hanya diberikan dengan metode ceramah dan diskusi di kelas, melainkan dengan terjun langsung di masyarakat mengklarifikasi dan menghadapi kenyataan sosial, dapat membentuk kepribadian yang matang; 4. Model pembelajaran Sosiologi kurang berorientasi kepada pengembangan nilai-nilai dan keterampilan sosial. Dengan demikian, nilai-nilai dan keterampilan tersebut kurang dimiliki siswa, seperti kurang dalam hal kepedulian, kesetiaan, pengabdian, disiplin, empati, toleransi, mengatasi masalah, berkomunikasi, tanggung jawab, dan partisipasi terhadap sosial. Keterampilan sosial yang perlu dimiliki siswa, menurut John Jarolimek (1993 : 9), mencakup : 1. Living and working together; taking turns; respecting the rights of others; being socially sensitive 2. Learning self-control and self-direction 3. Sharing ideas and experience with others Dari pernyataan Jarolimek di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial itu memuat aspek-aspek keterampilan untuk hidup dan bekerjasama; keterampilan untuk mengontrol diri dan orang lain; keterampilan untuk saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya; saling bertukar pikiran dan pengalaman sehingga tercipta suasana yang menyenangkan bagi setiap anggota dari kelompok tersebut. Keterampilan sosial siswa SMA sangat perlu dikembangkan, karena siswa SMA masih pada usia mencari jati diri dan pada saat itu adalah masa merindu-puja (masa membutuhkan teman), sehingga perlu bimbingan dengan ajaran yang memiliki landasan yang benar. Keterampilan sosial yang sangat penting dalam pembelajaran Sosiologi ini ternyata secara empirik di lapangan sangat jarang dilakukan oleh guru; padahal guru sering menggunakan metode pendekatan kerja kelompok. Kenyataan ini dipicu oleh ketidakmengertian guru Sosiologi terhadap tujuan IPS pada umumnya dan pembelajaran Sosiologi pada khususnya. Banyak metode yang dapat digunakan guru Sosiologi untuk dapat mengembangkan keterampilan sosial siswa, menurut Prayitno (1980 : 37), di antaranya yaitu : 1. Diskusi kelompok : diskusi kelompok besar/kecil; diskusi panel; 2. Simposium; ceramah forum; percakapan forum; seminar; 3. Role playing (permainan peranan) atau sosiodrama; 4. Fish bowl 5. Brainstorming 6. Problem solving dan inquiry 7. Metode proyek 8. Buzz Group 9. Tutorial 10. Dll. Sementara itu, cara-cara berketerampilan sosial yang dapat dikembangkan kepada siswa adalah sebagai berikut : 1. Membuat rencana dengan orang lain; 2. Partisipasi dalam usaha meneliti sesuatu; 3. Partisipasi produktif dalam diskusi kelompok; 4. Menjawab secara sopan pertanyaan orang lain; 5. Memimpin diskusi kelompok; 6. Bertindak secara bertanggung jawab; dan 7. Menolong orang lain. Seorang siswa dikatakan mampu berketerampilan sosial tatkala ia dapat berkomunikasi dengan baik sesuai aturan (tatacara) dengan sesamanya di dalam sebuah kelompok. Jadi, sarana kelompok (wadah) untuk berkomunikasi merupakan syarat yang harus ada di dalam memroses keterampilan sosial siswa. Kelompok yang produktif adalah kelompok yang kaya dengan pencapaian tujuan kelompok dan kaya dengan pemberian sumbangan terhadap kebutuhan anggota-anggotanya. Produktivitas kelompok sangat dipengaruhi oleh semangat kerja kelompok, kebersamaan serta kepemimpinan dalam kelompok. Kerjasama yang baik, yang seimbang antar individu-individu dalam suatu kelompok demokratis tidak ada dengan sendirinya saja, melainkan harus dipelajari. Maka untuk berusaha supaya dalam kelompok demokratis terdapat kerjasama yang efektif, berhasil baik, terdapat beberapa prinsip dinamika kelompok yang merupakan syarat dari produktivitas kelompok, yaitu : 1. Suasana (atmosphere); 2. Rasa aman (threat reduction); 3. Kepemimpinan bergilir (distributive leadership); 4. Perumusan tujuan (goal formulation); 5. Fleksibilitas (flexibility); 6. Mufakat (consensus); 7. Kesadaran kelompok (process awareness); dan 8. Evaluasi yang terus menerus (continual evaluation) Berdasarkan uraian di atas, dapatlah disimpulkan, agar keterampilan sosial siswa dapat berkembang dengan baik dalam mata pelajaran Sosiologi, maka hal itu tergantung pada : 1. Interaksi atau individu dalam suatu kelompok, yaitu bisa terlaksana apabila individu dalam kelompok telah dibekali dengan berbagai keterampilan sosial di mana salah satunya adalah : cara berbicara, cara mendengar, cara memberi pertolongan, dan lain sebagainya; serta 2. Suasana dalam suatu kelompok, yaitu suasana kerja dalam kelompok itu hendaknya memberi kesan semua anggota, bahwa mereka dianggap setaraf (equal), khususnya dalam pengembangan keterampilan sosial. |
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda